Oleh: Diajeng Ayu Putri Sukandi
Berada di sisi barat daya Pulau Lombok, Nusa Tengara Barat, Desa Bayan menjadi salah satu destinasi wisata yang tidak boleh dilewatkan. Terletak di kaki Gunung Rinjani, menjadikan Desa Bayan sebagai salah satu rute pendakian yang harus dilalui para pendaki sebelum melanjutkan perjalanan mereka.
Desa Bayan tidak hanya menyuguhkan keindahan Gunung Rinjani yang megah. Masih terdapat beberapa wisata yang bisa dijadikan pilihan bagi para pelancong saat singgah di Desa Bayan. Wisatanya pun beragam. Tidak hanya wisata alam, terdapat juga wisata religi dan wisata adat istiadat.
Desa Bayan merupakan salah satu desa yang masih menjunjung dan menghormati adat istiadat setempat. Hal ini tidak hanya dilihat dari perilaku sehari-hari warganya, namun juga dari bangunan yang ditempati.
Harta Karun Desa Bayan
Menurut salah satu artikel di asiawisata.com, dikatakan bahwa di Desa Bayan masih ada beberapa pemukiman dengan rumah adat di dalamnya. Hal ini erat kaitannya dengan Suku Sasak, suku asli Bayan yang hingga detik ini masih setia dengan adat istiadat dan tradisi leluhur.
Selain rumah adat, ada pula salah satu peninggalan leluhur Desa Bayan, yang kerap dijadikan wisata religi. Adalah bangunan Masjid Bayan, yang merupakan salah satu masjid tertua di Pulau Lombok. Dilansir dari sumber yang sama, bangunan Masjid Bayan ini memang masih tradisional. Dinding masjid masih terbuat dari anyaman, dengan atap yang dihiasi oleh hiasan kayu berbentuk mahkota. Masjid ini juga dilengkapi dengan empat pilar yang sarat akan makna, di mana setiap pilar memiliki hiasan berupa ikan dan burung.
Namun, dibalik segala keindahan di Desa Bayan, terdapat satu harta karun yang harus digali agar tidak semakin terkubur.
Adalah Tenun Gedogan, sebuah mahakarya tangan luwes para perempuan di Desa Bayan. Dinamakan gedogan karena proses pembuatan, baik tata cara maupun alat yang digunakan masih bersifat sederhana dan tradisional. Dilansir dari laman lombokinteraktif.blogspot.com, dikatakan bahwa nama gedogan didapat dari suara ketukan yang terdengar ketika menghentakkan alat tenun satu sama lain. Gedogan sendiri merupakan sebutan dari ketukan dalam bahasa Sasak.
Ternyata keberadaan tenun gedogan di Desa Bayan masih dipengaruhi oleh adat istiadat setempat. Menurut laman lombokutarakab.go.id, tenun gedogan merupakan salah satu warisan nenek moyang, yang mana ketrampilan menenun ini diwariskan secara turun temurun dari generasi sebelumnya.
Dulu, di Desa Bayan kegiatan menenun merupakan tradisi yang dilakukan ketika ada kegiatan adat di desa. Mulai usai remaja hingga dewasa, para perempuan Desa Bayan lantas menenun untuk kepentingan tradisi. Sehingga menenun bukan hanya soal menyusun benang menjadi untaian tali atau kain. Namun, menenun adalah tradisi yang tidak boleh ditinggalkan, karena ada nilai dan makna penting di dalam kegiatannya.
Menilik pada motif tenun yang dimiliki sekilas, memang tidak ada yang istimewa dari tenun gedogan ini. Motifnya masih sederhana dibandingkan dengan kain tenun dari wilayah Indonesia lain. Namun, bukan motif yang dipermasalahkan, tapi nilai leluhur dalam sebuah kain panjang itulah yang ingin ditonjolkan.
Pemberdayaan Perempuan Lewat Tenun
Sekarang, menenun tidak lagi hanya dilakukan di hari besar saja, bisa jadi tiap hari adalah menenun bagi perempuan Bayan. Mereka menenun untuk sekedar mengisi waktu luang sembari mengasah kemampuan agar tidak hilang. Mereka menenun untuk mengingat leluhur, sehingga motif yang dibuat pun terkesan sederhana.
Seiring dengan perkembangan zaman, tenun dijadikan sebagai sebuah sarana pemberdayaan perempuan di Desa Bayan. Selain menenun untuk melanjutkan warisan nenek moyang, para perempuan Desa Bayan juga menenun untuk berkarya. Menenun tidak lagi untuk mengisi waktu luang, namun juga untuk menambah pemasukan.
Mengingat Desa Bayan merupakan salah satu jalur pendakian menuju Rinjani dan destinasi wisata di Kabupaten Lombok Timur, maka para perempuan Bayan mulai mencoba peruntungan industri wisata dengan menjadikan tenun gedogan sebagai salah satu tanda mata dari Desa Bayan.
Tanda mata ini tidak hanya disajikan dalam bentuk kain semata. Para penenun perempuan di Desa Bayan turut berinovasi untuk model kain tenun mereka. Alhasil, tenun gedongan Desa Bayan pun tidak hanya menjadi seutas kain, melainkan menjadi souvenir lain seperti selendang, pakaian, dan aksesoris.
Tidak berhenti sampai di situ, para perempuan penenun pun kini mulai berani untuk mengeksplorasi penggunaan warna dalam kain tenun. Mereka mulai mencoba membuat hasil tenun dengan warna-warna yang lebih hidup dengan kombinasi yang unik dan menarik. Kendati setiap warna memiliki arti yang berbeda, para penenun ini tetap berusaha menyusun setiap warna sebaik mungkin hingga menciptakan kombinasi yang menawan.
Kini, tenun gedogan tidak hanya menjadi tanda mata dari Lombok Timur atau pun hanya menjadi produk lokal saja. Tapi, tenun gedogan juga siap untuk bersaing di kanca internasional mengingat wisatawan yang berkunjung tidak hanya wisatawan lokal, namun juga mancanegara.
Tentunya, segala usaha pemberdayaan perempuan Bayan melalui tenun ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kemajuan bagi perempuan Bayan. Dengan dukungan dari berbagai pihak, terutama pemerintah, maka dari tenun untuk perempuan mungkin bisa dijadikan gebrakan baru untuk pemberdayaan perempuan. Tidak ada salahnya jika tenun dijadikan batu loncatan bagi perempuan Indonesia agar dapat berdaya dan berkarya. Dari tenun, untuk perempuan Indonesia yang lebih baik lagi.
Daftar Pustaka
Tenun Gedogan Dari Lombok Timur Menuju Persaingan Internasional. http://lombokatraktif.blogspot.co.id/2015/01/tenun-gedogan-lombok-timur-menuju.html
diakses pada Rabu 23 Mei 2018.
Rosana, F., C. (2015, April 11). Tenun Bayan, Karya Perempuan NTB Yang Abadi. Jakarta. Satuharapan.com. http://www.satuharapan.com/read-detail/read/tenun-bayan-karya-perempuan-ntb-yang-abadi
diakses pada Rabu 23 Mei 2018.
Desa Adat Bayan. Asiawisata.com. https://www.asiawisata.com/desa-adat-bayan/
diakses pada Rabu 23 Mei 2018.